Soal
Seorang pria menikahi dua orang wanita yang setatusnya ibu dan anak, suatu ketika sang pria masuk dalam agama islam, sedangkan dalam islam menikahi ibu dan anak sekaligus tidak diperbolehkan. Bagaimanakah menurut pandangan islam tentang kasus ini.
Jawab
1. Jika pria itu telah menggauli anak dan ibu maka keduanya diharamkan untuk dijadikan istri ketika islam. Mempertimbangkan keabsahan dan tidaknya pernikahan non islam.
2. pria belum menggauli salah satu maka sang anaklah yang boleh dijadikan istri, dengan anggapan pernikahan mereka sebelum islam sah. Versi lain menjelaskan bahwa sang pria boleh memilih jika yang dipilih anaknya maka ibunya haram diperistri selama-lamanya. Namun jika yang dipilih sang ibu maka anaknya boleh diperistri asalkan belum menggauli sang ibu.
3. Pria menggauli sang ibu maka keduanya diharamkan, karena menggauli ibu menyebabkan haramnya menikahi sang anak. Dan menikahi anak dari istri yang dinikahi menjadi sebab haramnya memperistri sang ibu, dengan asumsi pernikahan mereka sah. Versi lain menjelaskan sang ibu boleh diperistri dengan asumsi pernikahan mereka tidak sah baik aqad nikah dilaksanakan secara serempak atau bergantian.
شرح المحلي على المنهاج - (1 / 402(
فَلَوْ أَسْلَمَ وَتَحْتَهُ أُمٌّ وَبِنْتُهَا كِتَابِيَّتَانِ أَوْ) غَيْرُ كِتَابِيَّتَيْنِ وَ (أَسْلَمَتَا فَإِنْ دَخَلَ بِهِمَا حَرُمَتَا أَبَدًا)، بِنَاءً عَلَى صِحَّةِ نِكَاحِهِمْ وَفَسَادِهِ (أَوَّلًا) أَيْ وَإِنْ لَمْ يَدْخُلْ (بِوَاحِدَةٍ) مِنْهُمَا، (تَعَيَّنَتْ الْبِنْتُ) وَانْدَفَعَتْ الْأُمُّ بِنَاءً عَلَى صِحَّةِ نِكَاحِهِمَا (وَفِي قَوْلٍ يُتَخَيَّرُ)، بَيْنَهُمَا بِنَاءً عَلَى فَسَادِ نِكَاحِهِمْ فَإِنْ اخْتَارَ الْبِنْتَ حَرُمَتْ الْأُمُّ أَبَدًا، أَوْ الْأُمُّ انْدَفَعَتْ الْبِنْتُ، وَلَا تَحْرُمُ مُؤَبَّدًا إلَّا بِالدُّخُولِ بِالْأُمِّ (أَوْ) دَخَلَ (بِالْبِنْتِ) فَقَطْ (تَعَيَّنَتْ) وَحَرُمَتْ الْأُمُّ أَبَدًا (أَوْ) دَخَلٌ (بِالْأُمِّ) فَقَطْ (حَرُمَتَا أَبَدًا) لِأَنَّ الدُّخُولَ بِالْأُمِّ يُحَرِّمُ بِنْتَهَا مُطْلَقًا وَالْعَقْدُ عَلَى الْبِنْتِ يُحَرِّمُ أُمَّهَا بِنَاءً عَلَى صِحَّةِ نِكَاحِهِمْ، (وَفِي قَوْلٍ تَبْقَى الْأُمُّ) بِنَاءً عَلَى فَسَادِ نِكَاحِهِمْ، وَسَوَاءٌ فِيمَا ذُكِرَ نَكَحَهُمَا مَعًا أَمْ مُرَتَّبًا (أَوْ) أَسْلَمَ (وَتَحْتَهُ أَمَةٌ أَسْلَمَتْ مَعَهُ) قَبْلَ دُخُولٍ أَوْ بَعْدَهُ (أَوْ) أَسْلَمَتْ بَعْدَ إسْلَامِهِ (فِي الْعِدَّةِ أَقَرَّ) النِّكَاحَ (إنْ حَلَّتْ لَهُ الْأَمَةُ) حِينَئِذٍ أَيْ حِينَ اجْتِمَاعِ الْإِسْلَامَيْنِ لِأَنَّهُ إذَا حَلَّ لَهُ نِكَاحُ الْأَمَةِ أُقِرَّ عَلَى نِكَاحِهَا، فَإِنْ لَمْ تَحِلَّ لَهُ الْأَمَةُ انْدَفَعَ نِكَاحُهَا (وَإِنْ تَخَلَّفَتْ) عَنْ إسْلَامِهِ (قَبْلَ دُخُولٍ تَنَجَّزَتْ الْفُرْقَةُ) كَمَا فِي الْحُرَّةِ. (
0 komentar:
Posting Komentar